Mengenal Dokter Forensik Satu-Satunya di Polda Kaltim, AKBP I Gusti Gede Dharma

Polres PPU, IKN Nusantara – Menjadi satu-satunya dokter forensik di Balikpapan mengharuskan AKBP I Gusti Gede Dharma Arimbawa mencurahkan tak sedikit waktu untuk profesinya tersebut. Melakukan autopsi berbagai jenis jenazah, mulai dari korban bunuh diri, pembunuhan, hingga penemuan mayat, sudah ia jalani.

Dokter polisi yang akrab disapa Gusti ini juga menjabat sebagai Kasubbid Dokpol Biddokkes Polda Kaltim. Menjadi dokter yang juga polisi, tugas yang ia emban tentunya tak sedikit. Ia membawahi urusan kedokteran kepolisian. Tugasnya adalah untuk mendukung tugas kepolisian melalui ilmu kedokteran yang dimiliki.

“Sehingga tugas saya di Dokpol bahkan lebih luas lagi daripada tugas saya di forensik,” tutur pria kelahiran Bali, 5 September 1972 ini.

Sebenarnya, tak hanya berurusan dengan jenazah, ia pun kerap melaksanakan visum untuk korban kejahatan. “Jadi ada tiga jenis visum, untuk orang hidup, jenazah dan pskiatri. Kalau psikiatri atau kejiwaan ini dilaksanakan dokter kejiwaan,” terangnya.

Ia menceritakan bagaimana saat melakukan autopsi dan visum pada jenazah. Menurutnya, terkadang pada tubuh korban meninggal tidak terdapat trauma atau bekas kekerasan. Karena bisa jadi meninggal ini karena ada penyakit dasar atau fatalitas di organ dalam korban.

“Misalnya korban meninggal karena berkelahi. Bisa jadi meninggal bukan karena pukulan. Tapi misalnya ada serangan pada jantung saat terjadi perkelahian yang mengakibatkan kematian. Atau mungkin juga korban memiliki penyakit dasar. Nah, tugas kami ini, forensik untuk mengetahui penyebab itu,” urainya.

Cara meninggal manusia itu terbagi menjadi dua, yaitu wajar dan tidak wajar. Inilah yang penting untuk diketahui, apakah ada tindak pidana di sana. Ataukah karena sakit atau tua. Nanti tidak wajar bisa dikarenakan kecelakaan, bunuh diri, ataupun pembunuhan.

“Misalnya ada jenazah tenggelam. Apakah dia terpeleset kemudian tenggelam, atau bunuh diri sengaja loncat padahal tidak bisa berenang. Atau bisa juga dilakukan pembunuhan di darat yang kemudian untuk mengaburkan atau menghilangkan jejak, jenazah dibuang ke laut,” bebernya.

Autopsi berfungsi untuk mencari sebab meninggal. Apakah akibat benda tajam atau tumpul. Kalau tumpul apakah dia ditusuk, diiris atau dibacok. Kemudian forensik juga memastikan alat yang digunakan, bisa jadi parang atau pisau.

Sedangkan untuk meninggal akibat benda tumpul, biasanya terjadi hilangnya kulit ari atau memar di tubuh korban. Bisa juga robek seperti yang terjadi pada korban tabrakan. “Di situlah forensik bertugas mencari korelasi apakah kekerasan tersebut yang mengakibatkan kematian. Misalnya benda tumpul terjadi pendarahan di otak,” katanya.

Forensik juga yang memastikan waktu kematian. Inilah bentuk peranan kedokteran di bidang hukum dalam membentuk kepolisian menjalankan tugas dan fungsinya.

Ia pun mencontohkan kasus tenggelam yang baru-baru ini terjadi di Paser. Ia melakukan operasi disaster victim identification (DVI) untuk mengetahui identitas korban korban. Korban yang sudah membusuk dan ada beberapa orang.

“Ini identifikasi dahulu lalu mencari penyebab meninggalnya korban. Identifikasi dilakukan ketika kita tidak mengetahui korban karena kondisi yang sudah tidak bisa dikenali. Baru kemudian kita cari tahu penyebab kematiannya,” jelasnya.

Mengetahui identitas korban ini selain untuk mengetahui identitas korban, juga diperlukan untuk memastikan statusnya. Di luar negeri, identifikasi korban meninggal dunia ini juga dilakukan untuk melakukan klaim asuransi untuk keluarga korban.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *